STRUKTUR DAN PROSES HIPNOSIS
DALAM MEDICAL HYPNOSIS
Proses hipnosis dalam hipnosis modern telah distrukturkan menjadi beberapa tahap. Tahapan ini kemudian menjadi alur keadaan seseorang untuk masuk dalam kondisi hipnotis. Namun, juga perlu dipahami bahwa hipnosis tradisional juga telah menggunakan alur seperti hipnosis modern. Hipnosis modern melakukan penstrukturan hipnosis menjadi aluryang lebih mudah dipahami dan dipelajari. Struktur proses hipnosis digambarkan sebagai berikut. Medical hypnosis adalah pendayagunaan alam pikir bawah sadar untuk kepentingan medis. Perbedaan baku dengan basic hypnosis ansiq adalah terletak pada ketajaman preinduksinya.
A. Pre-induksi/Pre-talk
Pre-induksi merupakan tahap awal sebelum proses hipnosis dilakukan. Setiap orang bisa dihipnosis, asalkan bersedia. Tahap preinduksi inilah yang mengondisikan seseorang untuk bersedia dan siap untuk dihipnosis. Fungsi pre-induksi adalah untuk membangun hubungan baik dengan klien, mengumpulkan data dan informasi klien, mengatasi rasa takut klien pada proses hipnoterapi yang akan dijalankan, dan membangun harapan klien bahwa dengan hipnosis permasalahannya dapat terbantu. Pre-induction interview atau pre-talk merupakan tahapan yang sangat penting. Kegagalan proses hipnosis sering kali diawali dari proses pre-induction interview/pretalk yang kurang mengena. Untuk itu, ada beberapa hal yang dilakukan pada tahapan ini (dalam konteks hipnosis untuk terapi).
Dalam medical hypnosis, hal yang mernbedakan di antaranya adalah kernantapan dalam menguasai tahap pre-induksi/pre-talk. Dalam tahap inilah keyakinan klien/pasien terbangun sehingga apabila pasien telah sangat sedemikian yakin terhadap terapist maka dalam melakukan suatu terapi tak harus melakukan suatu induksi untuk membawa ke alam pikir bawah sadar, namun tinggal menerapkan Neuro Linguistic Program (hal yang ingin diprogramkan kepada klien) untuk mengerjakan terapi medis. Dan, hal inilah yang disebut dengan Metode Ericksonian/ awakening hypnosis/ walking hypnosis/hypno on the street.
Adapun fungsi dari tahap pre-induksi/pretalk adalah sebagai berikut.
1. Membangun Hubungan dengan Klien (Building and Maintaining Rapport)
Hal yang paling mendasar dalam pelaksanaan hipnosis adalah kerja sama antara therapist dan klien. Kesiapan dan kesediaan klien menjadi prasyarat agar keberhasilan hipnosis dapat berjalan dengan baik. Every hypnotic is self hypnotic: terapist hanya berfungsi sebagai fasilitator dan pemandu agar klien dapat menghipnosis dirinya sendiri.
Oleh karena itu, kedekatan dan kepercayaan antara klien dan therapist sangat dibutuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun hubungan dan komunikasi yang baik sebelum proses hipnosis dilakukan. Jika klien sudah dekat dan percaya pada terapist maka otomatis apa pun yang disugestikan oleh therapist bisa diterima dan dilaksanakan klien.
2. Mengatasi Rasa Takut Klien pada Hipnosis (Allaying Fears)
Dalam pandangan orang awam, hipnosis masih dinilai sebagai hal yang mistik atau klenik, hanya digunakan untuk kejahatan. Pandangan bahwa bila dikuasai pengaruh hipnosis menyebabkan tidak bisa nengendalikan diri, semua rahasia pribadi bisa terungkap, atau mitos-mitos lain yang berkembang. Pemahaman klien yang keliru terhadap hipnosis membuatnya menolak dan membuat pertahanan diri agar tidak dapat terhipnotis. Otomatis, proses hipnosis tidak akan berjalan. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab terapist untuk meluruskan dan memberi pemahaman yang benar tentang hipnosis dan proses yang akan dilakukannya. Dengan demikian, ketakutan klien menjadi teratasi dan membuat klien merasa aman untuk melakukan proses hipnosis.
3. Membangun Harapan Klien (Building Mental Expectancy)
Dalam proses hipnoterapi, seorang terapist hendaknya mengondisikan klien terlebih dahulu pada bagian mana seorang klien merasa nyaman. Kenapa? Dalam proses terapi, yang membutuhkan hasil terapi itu bukan therapistnya, tetapi klien. Oleh karena itu, tugas therapist adalah menumbuhkan sugesti positif bahwa dengan hipnosis permasalahan yang dialami dapat diselesaikan atau penyakit dapat disembuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan testimoni atau cerita cerita keberhasilan klien sebelumnya yang telah berhasil disembuhkan.
Kalaupun therapist belum pernah menangani kasus tersebut, dapat diceritakan bahwa permasalahan itu dapat diselesaikan dengan hypnosis, walaupun memakai referensi atau therapist lain. Tujuanya, membuat klien memiliki harapan dan keyakinan bahwa dengan melakukan proses hipnoterapi masalahnya bisa diselesaikan atau penyakitnya bisa sembuh. Keyakinan klien itulah yang menjadi modal utama bagi keberhasilan terapi apa pun.
4. Mengumpulkan Informasi Klien (Gathering Informations)
Sering kali klien memiliki sudut pandang dan persepsi yang keliru tentang masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, seorang therapist harus benar-benar memahami dinamika dan permasalahan klien. Contoh, ada orang yang datang dan bilang bahwa dirinya tidak percaya diri. Apakah therapist langsung menghipnosis klien dan memberi sugesti agar percaya diri? Ternyata tidak semudah dan sesederhana itu. Kenapa? Therapist harus tahu dinamika apa yang sebenarnya terjadi pada diri klien dan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh klien. Dengan pengetahuan ini, akan sangat berguna dalam proses hipnoterapi yang dilakukan.
Lalu, bagaimana cara menggali dan memahami permasalahan klien? Untuk mendapatkan keterangan lebih banyak, biasanya digunakan pertanyaan-pertanyaan berikut.
a. Who
Siapa klien? Seorang therapist harus memahami siapa klien karena hal itu sangat berkaitan dengan bagaimana seorang therapist menghadapi klien tersebut. Therapist haruslah paham bagaimana latar belakang klien, pekerjaannya, hobinya, tempat kesukaannya, pendidikannya, maupun aktivitas hariannya. Dengan memahami klien, seorang terapist menjadi lebih mudah dalam proses membangun hubungan/rapport. Rapport dalam preinduksi menjadi faktor penentu keberhasilan proses hipnoterapi.
b. What
Apa masalahnya? Mengetahui hal yang lebih riil. Apa itu? Perilaku nyata, dalam penelitian sering disebut sebagai indikator perilaku. Ketika seorang klien mengatakan tidak percaya diri, therapist mungkin perlu bertanya seperti apa ketidakpercayadiriannya, bagaimana bentuk ketidakpercayadiriannya, pada saat apa, ketika di mana, berlaku terus atau hanya satu kasus yang digeneralisasi.
Begitu pula untuk orang yang ingin berhenti merokok, kita harus tahu biasanya merokok berapa bungkus tiap harinya, pada saat apa saja, dan lain sebagainya. Dengan lebih detail menjawab pertanyaan tersebut, seorang therapist menjadi lebih tahu intensitas masalahnya, dinamika permasalahannya, dan lebih terbantu untuk melihat akar permasalahan klien.
c. Where
Pertanyaan dimensi tempat, bisa jadi menjadi sumber data yang penting. Ketika ada seorang anak yang dianggap ibunya pemalu, tidak percaya diri/minderan, seorang therapist harus bisa memahami di mana anak tersebut merasa malu. Di mana saja ia menjadi pendiam dan pemalu? Di semua tempat atau hanya di sekolah saja? Atau di rumah dan lingkungan tetangga ia percaya diri? Dengan mengetahui dimensi waktu, seorang therapist bisa terhindar dari jebakan-jebakan "label" yang diberikan pada klien.
d. When
Ini adalah pertanyaan yang berkaitan dengan dimensi waktu. Hal ini juga sangat penting untuk memahami dinamika permasalahan klien. Kapan permasalahan tersebut terjadi? Pada saat apa permasalahan tersebut muncul? Sejak kapan? Ketika ada seorang klien menganggap dirinya tidak percaya diri, therapist harus bisa menggali/mencari tahu kapan hal tersebut terjadi. Mungkin klien menganggap tidak percaya diri ketika berbicara di depan banyak orang. Bahkan sampai berkeringat dingin atau gemetar di seluruh tubuh. Mungkin therapist juga mendapatkan informasi bahwa klien pertama kali mendapati kondisi tersebut ketika SMU kelas 1 ia diminta presentasi, tapi tidak siap dan akhirnya ditertawakan oleh semua isi kelas. Selain itu, terapist juga dapat menggali lebih dalam permasalahan klien dengan mencari tahu apa yang terjadi sebelum, pada saat, dan sesudahnya.
Ketika klien memiliki permasalahan, misalnya merasa tertekan dan ingin selalu menangis, therapist bisa bertanya tentang apa yang biasanya dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan sebelum muncul rasa tertekan dan ingin selalu menangis itu. Mungkin ingat pada mantan pacarnya yang meninggal, atau mungkin ketika masuk ke kamarnya dan mendengarkan musik tertentu atau melihat warna cat tertentu atau yang lainnya. Therapist harus paham bahwa kondisi itu mungkin pencetus permasalahan yang timbul.
"Pada saat" adalah pertanyaan berdimensi waktu, yakni saat terjadinya masalah tersebut. Artinya, therapist harus dapat memahami apa yang terjadi ketika masalah tersebut muncul. Tidak percaya diri, maksudnya bagaimana? Apa yang dilakukan klien? Mungkin gemetar, muncul keringat dingin, atau klien diam saja. Apa yang dilakukan klien pada saat tersebut? Apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan pada saat itu? Bagaimana dinamika lingkungan pada saat itu?
"Sesudah" adalah pertanyaan berkaitan dengan dimensi waktu setelah masalah tersebut muncul. Contoh, ketika seseorang datang memiliki kebiasaan merokok, therapist bisa menanyakan apa yang dirasakan ketika klien merokok. Seorang anak yang memiliki kebiasaan mencuri (kleptomania), dapat ditanyakan apa yang dirasakan, dipikirkan, atau dilakukan setelah anak tersebut mencuri?
e. Why
Pertanyaan mengapa adalah dimensi pertanyaan sebab, motivasi, untuk apa, atau alasan klien ketika perilaku klien terjadi. Seorang therapist tidak boleh menilai benar atau salah alasan seorang klien. Karena apa pun alasan klien, justru itulah yang menjadi sumber informasi bagaimana seorang therapist dapat memahami sudut pandang atau perasaan apa adanya seorang klien. Dengan keterbukaan klien, seorang therapist dapat lebih memahami dinamika permasalahan klien. Sering kali pikiran bawah sadar berkorelasi dengan perasaan spontan dan murni dari klien, yang tidak diintervensi dengan pikiran rasional atau bahkan malu dengan therapist. Oleh karena itu, seorang therapist harus dapat memahami alasan murni clan spontan dari seorang klien.
f. How
Setelah memahami semua pertanyaan tersebut, seorang therapist baru dapat menentukan bagaimana menangani klien tersebut. Semakin banyak dan detail informasi yang didapat, semakin membantu therapist untuk dapat menangani klien dengan cara dan metode yang paling tepat dan sesuai dengan klien tersebut.
Tidak ada alasan untuk menafikan proses preinduksi/interview awal, apalagi menganggap bahwa proses awal tersebut hanyalah basa-basi belaka. Justru bisa jadi, preinduksi menjadi lebih lama daripada proses terapinya karena therapist harus paham betul bahwa preinduksi adalah bagian dari preinduksi itu sendiri. Tidak sedikit klien yang sudah sembuh hanya karena proses preinduksi saja.
B. Tes sugestibilitas
Tes sugestibilitas merupakan proses untuk menguji sugestibilitas seseorang, apakah mudah untuk disugesti atau tidak. Dalam hypnostage atau hipnosis untuk hiburan, tes sugestibilitas digunakan untuk memilih orang yang mudah dijadikan sasaran atau mudah disugesti. Dengan memilih orang yang tepat maka proses untuk menghipnosis (induksi) menjadi lebih cepat dan sugestif untuk melakukan apa pun yang diperintahkan oleh penghipnotis, yang nantinya 'dieksploitasi' oleh penghipnotis menjadi tontonan yang menghibur.
Dalam proses terapi, tes sugestibilitas digunakan sebagai sarana latihan bagi klien untuk merasakan dan nantinya memasuki kondisi hipnotis. Bagi therapist, dengan melakukan uji sugestibilitas pada klien, dapat digunakan untuk memilih teknik induksi yang cocok bagi klien tersebut.
Praktik tes sugestibilitas yang sering dilakukan, yaitu:
1. Imajinasi Gajah
Uji sugestibilitas yang paling sederhana dan mudah, yaitu klien diminta untuk membayangkan apa yang disugestikan. Misalnya, klien dirninta membayangkan gajah.
"Baik ... sekarang kita coba ya ... hipnosis merupakan proses yang sederhana dan alamiah. Tugas Anda adalah ... membayangkan apa pun yang saya sugestikan menjadi nyata dalam pikiran Anda. Sekarang ... bayangkan ... dan munculkan dalam pikiran Anda ... bayangkan ada seekor gajah di depan Anda ... bayangkan ada seekor gajah di depan Anda.... Anda lihat ... gajah itu semakin jelas ... dan semakin jelas .... Anda lihat warnanya ... bentuk tubuhnya ... ukurannya ... belalainya mungkin ... gadingnya mungkin ... tubuhnya mungkin ... atau apa pun dari gajah itu ... semakin jelas dan semakin jelas ......
Sekarang ... Anda lihat ... gajah itu perlahan-lahan berjalan mendekati Anda ... semakin dekat ... dan semakin dekat ... dan menjadi sangat dekat di depan Anda ... dan lihat gajah itu dekat di depan Anda ....
Lalu, tiba-tiba ... Anda lihat gajah itu ... tiba-tiba keluar sayapnya .... Anda lihat sayap itu ... dan Anda lihat sayap itu semakin lama semakin mengepak ... mengepak semakin cepat ... semakin cepat ... mengepak semakin cepat ... sehingga Anda lihat ... gajah itu perlahan-lahan terbang ... terbang ... terbang semakin tinggi ... semakin tinggi ... dan semakin menjauhi Anda ... dan semakin jauh ... jauh ... jauh ... dan hilang ....
Buka mata Anda!"
Dari uji sugestibilitas ini, klien ditanya dan diminta untuk bercerita, misalnya:
· Tadi bisa membayangkan dan memunculkan gajah?
· Tadi gajahnya warnanya apa?
· Gajahnya besarnya seberapa?
· Tadi berjalan mendekat?
· Sampai sedekat apa?
· Tadi bisa keluar sayapnya?
· Sayapnya warna apa?
· Gajahnya bisa terbang?
· Terbang ke arah mana?
Dari uji sugestibilitas tersebut, sugestibilitas klien dapat dinilai kemudian ditentukan cara hipnosis yang akan digunakan. Ada beberapa macam respons klien yang sering ditemui.
· Klien tidak bisa membayangkan dan memunculkan gajah (ini terjadi karena klien menolak atau kesulitan konsentrasi untuk membayangkan atau tidak fokus pada imajinasinya).
· Klien menganalisis dan berpikir pada sugesti therapist, contoh, "Masak gajah punya, sayap dan bisa terbang?"Akhirnya klien tidak memunculkan keluarnya sayap (ini terjadi ketika klien terlalu analitis dan logis pada sugesti yang diterima).
· Klien bisa membayangkan gajah sesuai imajinasinya, contoh, ada yang berwarna abu-abu, hitam, cokelat, bahkan pink.
Catatan: Dari uji sugestibilitas tersebut, terapist dapat mengedukasi klien, bagaimana klien seharusnya merespons terhadap sugestisugesti yang diberikan.
2. Mata Lengket Karena Lem
"Baik ... sekarang kondisikan tubuh Anda dalam posisi nyaman ... dan Anda, rasakan rileks ... semakin rileks ... dan semakin nyaman .... Bayangkan apa pun yang saya, sugestikan menjadi nyata dalam pikiran Anda .... Sekarang Anda perhatikan kelopak mata Anda telah menutup rapat mata Anda ... dan sekarang bayangkan ... mata Anda saya beri lem ... yang semakin banyak ... dan banyak ... semakin lama lem semakin kering ... dan kering ... dan sekarang Anda rasakan mata Anda sekarang tertutup rapat ... semakin rapat ... sangat lengket ... dan sangat lengket ... dan mata Anda tidak bisa dibuka ... sangat lengket ... sangat lengket ... dan sangat lengket ... dan tidak bisa dibuka .... Anda coba buka, ... mata, Anda tidak bisa dibuka ... semakin dicoba semakin tidak bisa, dibuka ... semakin dicoba ... semakin tidak bisa .... Anda coba buka ... tidak bisa, dibuka ... dan tidak bisa dibuka ... Anda coba buka ... tidak bisa dibuka ... dan tidak bisa dibuka ... dan satu ... dua ... tiga ... rileks ... dan perlahan mata Anda semakin rileks .... Lem saya ambil ... dan kembali rasakan rasa nyaman di mata Anda ... dan buka mata Anda .... "
Dari uji sugestibilitas ini, klien ditanya dan diminta untuk bercerita apakah bisa benar-benar merasakan lem di matanya? Apakah tadi benar-benar merasa tidak bisa membuka mata karena lem?
3. Tangan Terkunci
"Baik ... sekarang Anda genggam tangan Anda ... genggam semakin erat ... dan semakin erat ... sekarang saya akan memberi banyak lem di tangan Anda ... lem yang sangat banyak ... plok ... plok ... sangat banyak ... dan sangat banyak .... Baik ... sekarang rasakan tangan Anda semakin ... erat ... semakin kuat ... sangat lengket ... dan tidak bisa dibuka ... semakin tidak bisa dibuka ... dan sekarang sudah sangat kuat dan lengket ..... Sekarang Anda coba buka tangan Anda ... semakin dibuka ... semakin tidak bisa dibuka ... semakin dibuka ... semakin lengket ... semakin dibuka semakin kuat ... dan menjadi sangat kuat ... dan sangat lengket .... Bagus sekali ... dan bagus sekali .... "
Dari uji sugestibilitas ini, klien ditanya dan diminta untuk bercerita apakah bisa benar-benar merasakan lem di genggaman tangannya? Apakah tadi benar-benar merasa tidak bisa membuka tangannya karena lem?
4. Telapak Tangan Seperti Magnet
“Baik ... sekarang ... Anda angkat telapak tangan Anda ... telapak tangan kanan berhadapan dengan tangan kiri .... Sekarang ... tutup mata Anda ... dan rileks ... rileks ... dan semakin rileks ... bayangkan apa pun yang saya sugestikan menjadi nyata dalam pikiran .... Sekarang Anda bayangkan telapak tangan kanan dan telapak tangan kiri Anda ... adalah magnet kutub utara dan selatan yang Baling tarik-menarik .... Anda rasakan tarikan ini ... tarik-menarik .... Anda rasakan tarik-menarik magnet, di telapak tangan kanan dan kiri ... rasakan dan rasakan ... telapak tangan kanan dan kiri semakin dekat ... semakin tertarik ... dan saya tambah medan magnetnya ... sehingga semakin kuat... dan sangat kuat ... dan semakin dekat ... semakin ... tertarik ... dan menjadi sangat dekat ... dan sangat dekat ... (lihat reaksi telapak tangan kanan dan kiri sampai menempel). Sekarang ... magnet telah menempel dan rasakan semakin lama semakin kuat menempel dan sangat kuat ... dan sangat kuat .... Anda coba Baja lepaskan ... dan Anda tidak bisa ... karena sangat kuat menempel ... dan sangat kuat ... dan sangat kuat menempel…. dan tidak bisa lepas ….. (lihat reaksi klien).
Baik ... satu ... dua ... tiga ... daya magnet telah saya hilangkan ... sehingga tangan Anda bisa lepas ... dan rileks kembali ... dan satu ... dua ... tiga ... buka mata Anda ......
Dari uji sugestibilitas ini, klien ditanya dan diminta untuk bercerita apakah bisa benarbenar merasakan tarik-menarik di telapak tangannya? Apakah tadi benar-benar merasa tidak bisa melepas telapak tangan kanan dan kiri?
DAFTAR PUSTAKA
BUKU CARA CEPAT MENGUASAI HYPNO HEALING. dr. Prabowo Prasetyo Budi, dr. Ervin Rizali. Cetakan pertama. Juni 2010. PENERBIT LEUTIKA (Bukan Penerbit Buku Biasa). YOGYAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar