Minggu, 19 September 2010

Cutaneus Larva Migran



CREEPING ERUPTION/CUTANEUS LARVA MIGRANS

(ruam menjalar = larva kesasar = larva menjalar)


DEFINISI

Adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok- kelok, progresif, akibat larva yang kesasar (seperti benang).

PENYEBAB DAN EPIDEMIOLOGI

· Penyebab :Larva cacing tambang anjing atau kucing (Ancylostoma caninum atau A. braziliense).

· Umur :Biasanya anak-anak atau orang dewasa.

· Jenis kelamin :Lebih sering pada pria.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT

· Bangsa/ras : Bersifat kosmopolit.

· Daerah : Berpasir lembap dan terlindung seperti daerah-daerah perkebunan.

· Kebersihan/higiene : Berperan penting dalam penyebaran penyakit.

GEJALA SINGKAT PENYAKIT

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan:

Larva menembus kulit tetapi tidak mencapai pembuluh darah dan menyebar disubkutis. Pada tempat masuk larva tampak papula yang selanjutnya menjalar berkelok-kelok, polisiklis sehingga tampak merupakan garis liniar atau berkelok-kelok di kulit. Penderita akan merasa gatal dan nyeri.

PEMERIKSAAN KULIT

· Lokalisasi : Terutama punggung tangan, kaki, anus, bokong, dan telapak kaki.

· Efloresensi dan sifat-sifatnya: Garis merah berkelok-kelok, merupakan kumpulan papula atau vesikel (seperti benang).

PEMERIKSAAN PEMBANTU/LABORATORIUM

Mencari larva dari ujung ruam yang menjalar.

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini mudah dikenali, sekali lihat tidak akan lupa, tetapi harus didiagnosis banding dengan granuloma anulare atau herpes zoster pada stadium permulaan.

Penatalaksanaan Umum : Menjaga kebersihan lingkungan terhadap reservoir larva.

· Tiobendazol 50 mg/kg BB/hari selama 2 hari.

· Krioterapi dengan salju CO2 ditekan selama 45-60 detik semprotan N20.

· Semprotan dengan kloretil pada ujung lesi sampai beku dengm harapan larva akan mati.

· Antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.

Prognosis Baik.


DAFTAR PUSTAKA

Siregar, R.S. 2005. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. Penerbit EGC (hal 172-173)

Filariasis


Filariasis

Penyakit ini dapat disebabkan oleh infestasi satu atau dua cacing jenis filaria yaitu Wucheria bancrofti atau Brugia malayi. Cacing filaria ini termasuk famili Filaridae, yang bentuknya langsing dan ditemukan di dalam sistem peredaran darah limfe, otot, jaringan ikat atau rongga serosa pada vertebrate. Cacing bentuk dewasa dapat ditemukan pada pembuluh dan jaringan limfa pasien.

Masa inkubasi penyakit ini cukup lama lebih kurang 1 tahun, sedangkan penularan parasit terjadi melalui vektor nyamuk sebagai hospes perantara, dan manusia atau hewan kera dan anjing sebagai hospes definitif Periodisitas beradanya mikrofilaria di dalam darah tepi bergantung pada spesies. Periodisitas tersebut menunjukkan adanya filaria di dalam darah tepi sehingga mudah terdeteksi.

Mikrofilaria W. bancrofti ditemukan umumnya pada malam hari (nokturnal) terutama di belahan bumi bagian selatan termasuk Indonesia, sedangkan di daerah pasifik ditemukan siang dan malam (non-periodik). Sedangkan mikrofilaria B. malayi mempunyai periodisitas nokturnal. Sebab timbuhnya periodisitas ini belum diketahui, mungkin dipengaruhi oleh tekanan zat asam dalam kapiler paru atau lingkaran hidup cacing filaria.

Prevalensi mikrofilaria meningkat bersamaan dengan umur pada anak­-anak dan meningkat antara umur 20-30 tahun, pada saat usia pertumbuhan, serta lebih tinggi pada laki-laki dibanding wanita. Lingkaran hidup filaria meliputi : 1). Pengisapan mikrofilaria dari darah atau jaringan oleh serangga penghisap darah; 2). Metamorfosis mikrofilaria di dalam hospes perantara serangga, dimana mula-mula membentuk larva rabditiform lalu membentuk larva filariform yang aktif, 3). Penularan larva infektif ke dalam kulit hospes baru, melalui probosis serangga yang menggigit, dan kemudian pertumbuhan larva setelah masuk ke dalam luka gigitan sehingga menjadi cacing dewasa.

Kekebalan alami atau yang didapat pada manusia terhadap infeksi filaria belum diketahui banyak. Cacing filaria mempunyai antigen yang spesifik untuk spesies dan spesifik untuk kelompok (group spesific); memberi reaksi silang antara berbagai spesies dan nematoda lainnya.

FILARIASIS BANCROFTI, WUCHERIASIS, ELEPHANTIASIS

Penyebab adalah cacing filaria jenis Wucheria bancrofti.

Lingkaran Hidup

Hospes definitif adalah hanya manusia. Penularan penyakit ini melalui vektor nyamuk yang sesuai. Cacing bentuk dewasa tinggal di pembuluh limfe dan mikrofilaria terdapat di pembuluh darah dan limfe.

Pada manusia W bancrofti dapat hidup, selama kira-kira 5 tahun. Sesudah menembus kulit melalui gigitan nyamuk, larva meneruskan perjalanannya ke pembuluh dan kelenjar limfe tempat mereka tumbuh sampai dewasa dalam waktu satu tahun. Cacing dewasa ini sering menimbulkan varises saluran limfe anggota kaki bagian bawah, kelenjar ari-ari, dan epididimis pada laki-laki, serta kelenjar labium pada wanita. Mikrofilaria kemudian meninggalkan cacing induknya, menembus dinding pembuluh limfe menuju ke pembuluh darah yang berdekatan atau terbawa oleh saluran limfe ke dalam aliran darah.

Patologi

Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah bening.

Limfadema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filariasis ini disebabkan oleh efek langsung dari cacing ini dan oleh respon imun pejamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa clan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening. Diduga bahwa pembuluh­-pembuluh tersebut tetap paten selama cacing tetap hidup dan bahwa kematian cacing tersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik.

Gejala Klinis

Manifestasi dini penyakit ini adalah peradangan, sedangkan bila sudah lanjut akan menimbulkan gejala obstruktif. Mikrofilaria yang tampak dalam darah pada stadium akut akan menimbulkan peradangan yang nyata, seperti limfangitis, limfadenitis, funikulitis, epididimitis dan orkitis. Adakalanya tidak menimbulkan gejala sama sekali terutama bagi penduduk yang sejak kecil sudah berdiam di daerah endemik. Gejala peradangan tersebut sering timbul setelah bekerja berat dan dapat berlangsung antara beberapa hari hingga beberapa minggu (2-3 minggu). Gejala dari limfadenitis adalah nyeri lokal, keras didaerah kelenjar limfe yang terkena dan biasanya disertai demam, sakit kepala dan badan, muntah-muntah, lesu, dan tidak nafsu makan. Stadium akut ini lambat laun akan beralih ke stadium menahun dengan gejala-gejala hidrokel, kiluria, limfedema, dan elephantiasis.

Karena Filariasis bancrofti dapat berlangsung selama beberapa tahun, maka ia dapat mempunyai perputaran klinis yang berbeda-beda. Reaksi pada manusia terhadap infeksi filaria berbeda-beda tidak mungkin stadium ini dibatasi dengan pasti, sehingga seringkali kita membaginya atas dasar akibat infeksi filaria yaitu : 1). Bentuk tanpa gejala; 2). Filariasis dengan peradangan; 3). Filariasis dengan penyumbatan.

Bentuk Tanpa Gejala

Umumnya di daerah endemik, pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan pembesaran kelenjar limfe terutama di daerah inguinal. Pada pemeriksaan darah ditemukan mikrofilaria dalam jumlah besar disertai adanya eosinofilia. Pada waktu cacing dewasa mati, mikrofilaria menghilang tanpa pasien menyadari adanya infeksi.

FILARIASIS DENGAN PERADANGAN

Manifestasi terakhir yang biasanya terlihat di awal infeksi pada mereka dengan infeksi primer adalah limfangitis. Limfangitis terjadi di sekitar larva dan cacing dewasa muda yang sedang berkembang, mengakibatkan inflamasi eosinofil akut. Infeksi ini berdasarkan fenomen alergik terhadap metabolisme cacing dewasa yang hidup atau mati, atau sekunder, infeksi oleh streptococcus dan jamur. Demam, menggigit, sakit kepala, muntah dan kelemahan menyertai serangan tadi, dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, dan yang terutama terkena adalah saluran limfe ketiak, tungkai, epitrochlear dan alat genital. Pada orang laki-laki umumnya terdapat funikulitis disertai dengan penebalan dan rasa nyeri, epididimitis, orkitis dan pembengkakan skrotum.

Demam pada filaria, terjadi karena adanya inflamasi yang berawal dari kelenjar getah bening (biasanya KGB inguinal) dengan perluasan retrograd ke bawah aliran getah bening dan disertai edema dingin. Di sini, inflamasi tampaknya diperantarai oleh imun dan kadang (10-20% kasus) beberapa episode inflamasi diawali dengan infeksi kulit.

Diagnosis

Diagnosis pasti hanya dapat diperoleh melalui pemeriksaan parasit dan hal ini cukup sulit. Cacing dewasa yang hidup di pembuluh getah bening atau kelenjar getah bening sulit dijangkau sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan parasit. Mikrofilaria dapat ditemukan di dalam darah, cairan hidrokel, atau kadang-kadang cairan tubuh lainnya. Cairan-cairan tersebut dapat diperiksa secara mikroskopik. Banyak individu terinfeksi tidak mengandung mikrofilaria dalam darahnya sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan.

Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia sampai 10-30%. Di sebagian besar belahan dunia, mikrofilaria aktif malam hari terutama dari jam 10 malam sampai jam 2 pagi. Namun di beberapa daerah Asia dan Pasifik seperti timbulnya subperiodik yaitu timbul hampir sepanjang hari dengan puncak beberapa kali sehari. Pada kasus dengan periodisitas subperiodik diurnal (Infeksi Bancrofti di daerah Pasifik Selatan, Kepulauan Andaman, dan Pulau Nikobar) puncaknya pada pagi hari dan sore hari. Sehingga pengambilan spesimen darah untuk pemeriksaan mikrofilaria harus sesuai dengan puncaknya mikrofilaria aktif didalam darah. Mikrofilaria dapat ditemukan dengan pengambilan, darah tebal atau tipis pada yang dipulas dengan pewamaan Giemsa atau, Wright.

Spesimen darah yang diambil lebih baik diambil dari darah kapiler dibanding dengan darah vena. Terdapat beberapa bukti yang menyebutkan bahwa konsentrasi mikrofilaria di darah kapiler lebih tinggi dibanding dengan darah vena. Volume darah yang digunakan untuk pulasan 50 µl dan jumlah mikrofilaria yang terdapat sekitar 20mf/ml atau merupakan petunjuk adanya mikrofilaria dalam darah.

Akhir-akhir ini penggunaan mikroskopik untuk mendeteksi mikrofilaria sudah mulai tergantikan oleh penggunaan membran yang dikemukakan oleh Bell tahun 1967. Keuntungan dari alat ini sampel dapat disimpan dalam waktu yang lama. Selain itu karena menggunakan formalin maka dapat memfiksasi mikrofilaria dalam darah dan membuang organisme yang tidak diinginkan seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C. Pada episode akut, filariasis limfatik harus dibedakan dengan tromboflebitis, infeksi, dan trauma. Limfangitis retrogad merupakan gambaran khas yang membantu membedakan dari limfangitis bakterial yang bersifat asendens.

Pemeriksaan terhadap antigen W. bancrofti yang bersirkulasi dapat membantu penegakkan diagnosis. Dua tes yang tersedia yakni ELISA dan ICT. Sensitivitas keduanya berkisar antara 96-100% dan spesifik mendekati 100%. Tekniknya dengan menggunakan antibodi monoclonal. Terdapat 2 jenis antibodi yang digunakan yaitu AD 12 dan Og4C3. Di Australia menunjukkan bahwa penggunaan antibodi Og4C3 sensitifitasnya 100% pada pasien dengan jumlah mikrofilaria yang namun sensitifitasnya menurun menjadi 72-75% pada pasien dengan jumlah mikrofilaria yang rendah. Spesifitasnya juga tinggi yaitu 99-100% Penggunaan AD12 juga memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi yaitu 96-100% untuk sensitifitasnya dan 100% untuk spesifitasnya. Sayangnya, untuk pemeriksaan antigen Brugia saat ini belum tersedia.

Pemeriksaan serologi antibodi juga telah digunakan untuk mendeteksi: W. bancrofti. Kesulitan yang sering timbul spesifitasnya yang rendah Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi silang dengan parasit yang lain. Selain itu hasil ini juga tidak dapat membedakan antara infeksi sekarang dan infeksi lampau. Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan serologi yang spesifik untuk W. bancrofti yaitu menggunakan antibodi subklas IgG4. Namun sensitifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan pemeriksaan secara parasitologi lain yaitu sekitar 90-95%.

Pencitraan limfoskintigrafi dengan radionuklir pada ekstremitas menunjukkan abnormalitas sistem limfatik, baik pada mereka yang asimtomatik mikrofilaremik dan mereka dengan manifestasi klinis. Kegunaan dari limfoskintigrafi ini adalah : 1) Peragaan alur aliran limfe; 2). Evaluasi kecepatan aliran limfe, kecepatan absorpsi, dari tempat injeksi, mengukur waktu akumulasi tracer di daerah kelenjar limfe; 3). Peragaan kelenjar limfe; 4). Peragaan pusat inflamasi dengan jaringan lunak dan kelenjar yang baru terbentuk pada proses inflamasi menahun; 5). Menemukan kerusakan trauma saluran limfe; 6). Membedakan edema tungkai limfe, trauma mekanik tungkai bawah; 7). Mengikuti proses perubahan obliterasi limfe.

Pengobatan

Perawatan Umum

· Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah yang dingin akan mengurangi derajat serangan akut.

· Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses.

· Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema.

Pencegahan

Pencegahan Masal. Kontrol penyakit pada populasi adalah melalui kontrol vektor (nyamuk). Namun hal ini terbukti tidak efektif mengingat panjangnya masa hidup parasit (4-8 tahun). Baru-baru ini, khususnya dengan dikenalnya pengobatan dosis tunggal, sekali pertahun, 2 regimen obat Albendazol 400 mg dan Ivermectin 200 mg/kgBB cukup efektif. Hal ini merupakan pendekatan alternatif dalam menurunkan jumlah mikrofilaria dalam populasi.

Pemeriksaan MIkrobiologis



PEMERIKSAAN PEWARNAAN BTA DAN PERWARNAAN GRAM

CARA PEWARNAAN BTA

1. Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan dengan apusan menghadap ke atas.

2. Letakkan sediaan pada objek glass.

3. Fiksasi objek glass.

4. Tuangkan tetes demi tetes Karbol Fuchsin (pewarna untuk basil tahan asam) kering anginkan 1 menit.

5. Panaskan diatas air mendidih selama 5 menit dgn suhu 60º-90º C atau agar lebih cepat dengan suhu yang lebih tinggi dengan memperhatikan sediaan pada objek glass tidak ikut menguap.

6. Dinginkan selama 5 menit.

7. Cuci dengan air mengalir.

8. Tuangkan asam alcohol 3% (dekolorisasi : peluntur) tetes demi tetes diatas objek glass sampai warna merah fuchsin hilang.

9. Cuci dengan air mengalir.

10. Tuangkan larutan methylen blue 0,3 % (pewarna gram +) diamkan selama 10-20 detik atau selama 1 menit.

11. Cuci dengan air mengalir.

12. Keringkan pada suhu kamar.

13. Teteskan minyak emersi.

14. Amati dibawah mikroskop.

Interpretasi Hasil Pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam)

1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : -

2. Ditemukan 1-9 BTA/ 100 lapang pandang : jumlah kuman yang ditemukan

3. Ditemukan 10-99 BTA/100 lapang pandang : +

4. Ditemukan 1-10 BTA/ 1 lapang pandang (min : 50 lapang pandang) : ++

5. Ditemukan >10 BTA/ 1 lapang pandang (min : 50 lapang pandang): +++

Ket:

1 lapang pandang : dengan 1 wilayah gambar pengamatan dengan mikroskop tanpa pergeseran

100 lapang pandang : dengan 100 wilayah gambar pengamatan dengan mikroskop dengan 100X pergeseran

CARA PEWARNAAN GRAM

1. Persiapkan sediaan

2. Ambil sediaan dengan menggunakan jarum ose (yang dipanaskan ujung kawatnya)

3. Sediaan ditaruh atas objek glass

4. Fiksasi objek glass

5. Tuangkan tetes demi tetes Kristal Ungu 0,5% (pewarna gram +) biarkan tergenang sampai 1 menit, kering anginkan

6. Tuangkan tetes demi tetes Kalium Iodida 1% (Zat mordan : Perekat warna) biarkan tergenang sampai 1 menit, kering anginkan, cuci air mengalir

7. Tuangkan tetes demi tetes Alkohol Aseton 96% (Dekolorisasi : peluntur) biarkan tergenang sampai 1 menit, kering anginkan, cuci air mengalir dengan posisi ditegakan

8. Tuangkan tetes demi tetes Safranin 1 %/Fuchsin Lindi 0,35% (Pewarna Gram -) biarkan tergenang sampai 1 menit, kering anginkan, cuci air mengalir dengan posisi ditegakan

9. Tuangkan minyak imersi dan amati dengan mikroskop.

Fungsi Fiksasi

· Membuka pori-pori lapisan lipid mikroba /bakteri

· Melekatkan bakteri/mikroba pada objek glass

· Mematikan kuman atau mikroba tanpa merusak struk tur

· Memperjelas pengamatan di bawah mikroskop

Fungsi Mencuci dengan air mengalir

· Menutup kembali pori-pori lapisan lipid mikroba

· Membersihkan sisa pewarnaan

Pertanyaan

1. Mengapa perlu pemanasan dengan air mendidih?

2. Mengapa warna latar berwarna biru?

3. Perbedaan antara gram + dan -?

4. Bagaimana cara selain cara fisis pendinginan air mengalir untuk menutup pori-pori mikroba?

Jawaban

1. Untuk membuka pori-pori lapisan lipid mikroba, sehingga sel BTA dapat terwarnai karena sel BTA (dilapisi lipid yang tebal) sehingga sulit karbol fuchsin merekat

2. Setelah proses dekolorisasi menyebabkan pelunturan lipid pada sediaan objek glass, kemudian di lakukan proses pewarnaan dengan metilen blue untuk pewarnaan gram + (karena sudah tak tertutup lipid lagi) warna latar menjadi biru (gram + akan mengikat warna methylen blue)

3. Gram +: Peptidoglikan tebal, warna biru atau ungu pada pengamatan dibawah mikroskop, Co/ Staphylococcus aureus, Streptococcus.

Gram-: Peptidoglikan tipis, warna merah pada pengamatan dibawah mikroskop, Co/ Pseudomonas aeruginosa, E. coli, Helicobacter pylori

4. Dengan cara kimiawi : Pemberian Lipoarabinogalaktan + HCL, agar setelah pemberian karbol fuchsin (pori-pori lapisan lipid menutup).

KARBOL FUCHSIN

1. air H2O

2. methylen blue

3. sediaan staphylococcus

4. jarum ose

mikroskop

1. jarum ose

2. sediaan Staphylococcus

3. Air H2O

4. Methilen blue

5. Perhidrol dengan lidi (alat untuk mengambil dahak mycobakterium)

6. korek

7. bulpen

8. Nampan

1. safranin

2. kristal ungu

1. kalium iodida

2. alkohol aseton

1. autoklaf

2. pinset

1. Minyak imersi

2. Bungkus sampel dahak TBC

3. semprotan alkohol

4. spiritus bunsen

5. perhidrol dengan lidi (sbg alat pengambil sampel)

6. korek

7. sampel dahak TBC

9. rak nampan warna biru

DAFTAR PUSTAKA

Praktikum Mikrobiologi FK UNSOED tanggal 18 september 2010