Kamis, 08 Juli 2010

infus dan terapi cairan

Penyebab: volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan, kehilangan cairan (diare, luka bakar, muntah-muntah, dan third space loss). Kelainan hemodinamik: Coi BPi SVRh CVPi.

Tujuan terapi untuk restorasi volume, intravaskuler dengan target optimalkan tekanan darah, nadi dan perfusi organ.

Bila hipovolemia telah teratasi baru boleh diberikan vasoactive agent (dopamine, dobutamine).

1. Kehilangan cairan

Dewasa

Bayi dan Anak

Dehidrasi

Ringan

4%BB

5% BB

Sedang

6% BB

10% BB

Berat

8% BB

15% BB

2. Tanda klinis

ringan

sedang

berat

defisit

3-5%

6-8%

>10%

hemodinamik

Takikardia, nadi lemah

Takikardi, nadi sangat lemah, volume collapse, hipotensi ortostatik

Takikardia, nadi tak teraba,akral dingin, sianosis

jaringan

Lidah kering, turgor turun

Lidah keriput, turgor kurang

Atonia, turgor buruk

urine

pekat

Jumlah turun

oliguria

SSP

mengantuk

Apatis

koma

Tindakan:

a. Tentukan deficit

b. Atasi syok : cairan infuse 20 ml/kg dalam 1 jam, dapat di ulang

c. Sisa deficit: - 50% dalam 8 jam pertama

-50% dalam 16 jam berikutnya

Cairan : Ringer laktat atau NaCL 0,9%

Telah rehidrasi bila urine : 0,5-1ml/kg/jam

3. Perdarahan

Variabel

Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

Sistolik

>110

>100

>90

>90

Nadi

<100

>100

>120

>140

Nafas

16

16-20

21-26

>26

Mental

anxious

agitated

confused

lethargic

Kehilangan darah

<750 ml

<15%

750-1500 ml

15-30%

1500-2000 ml

30-40%

>2000 ml

>40%

4. Rumus Terapi Cairan

Maximal allowable blood loss: (Ht-30)/Ht x EBV

DO2 = CO x CaO2 = 640-1400 ml

Pada dewasa perdarahan>15% EBV perlu dilakukan transfuse darah, sedang pada bayi dan anak bila perdarahan > 10% EBV.

Rumus transfusi darah dengan:

1. Whole blood: (Hbx – Hb pasien) x BB x 6 = ………..ml

2. Packed Red cell: (Hbx – Hb pasien) x BB x 3 = ………..ml

Ket: Hbx = Hb yg ingin dicapai (gr%)

Hbpasien = Hb pasien (gr%)

BB = Berat badan (kg)

Bila digunakan cairan kristaloid : 3 kali volume darah yang hilang

Cairan koloid: sesuai jumlah darah yang hilang.

JENIS JENIS CAIRAN

Cairan Intra Vena (IV) ada 3 jenis:

1. Cairan Kristaloid

Cairan yang mengandung zat BM rendah (<8000 Dalton) dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke ruang ekstra seluler. Contoh : Ringer laktat, Ringer, NaCL 0,9% (Normal Saline), Dextrose 5% dan 10%, Darrow, D5%+NS dan D5% +1/4 NS.

2. Cairan Koloid

Cairan yang mengandung zat BM tinggi (>8000 Dalton). Misal:protein. Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang intravaskuler. Contoh: Albumin, Blood Product : RBC, Plasma protein fraction : Plasmanat, Koloid sintentik : Dextran dan Hetastrach

3. Cairan Khusus

Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti: NaCl 3%,bic-nat, mannitol.

Catatan : pada pemakaian infuse diutamakan menggunakan cairan kristaloid Karena pada studi baru telah di pelajari efek koagulasi pada pemberian koloid. Didapatkan bahwa koloid dengan berat molekul tinggi lebih banyak menimbulkan koagulasi secara bermakna meningkatkan von Willebrand (vWF), protrombin time, dan amplitude maksimal (diukur dengan tromblastografi). Koloid dengan derajat substitusi tinggi mempunyai efek negative pada pembekuan darah dengan penurunan GPIIb-IIIa dan menurunkan amplitude maksimal, sehingga dapat meningkatakan perdarahan post operatif.

Referensi pustaka:

Dr. Ery Leksana, SPAn.KIC, Terapi Cairan dan elektrolit, SMF/ BAGIAN ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Rabu, 07 Juli 2010

Statistik Untuk Kesehatan dan Kedokteran


Catatan:

1. Kita tentukan hipotesisnya dengan skala pengukuran variable

2. Setelah itu kita tentukan pasangan dan jumlah kelompoknya

3. Setelah itu kita tentukan hipotesisnya sesuai table uji hipotesis

Jika pada uji statistic jumlah sampel :

a. n>50 menggunakan kolmogorov smirnov

b. n<50>

· jika didapatkan data pada table sig:

1. >0,05 maka data distribusi normal

2. <0,05>

Kemudian lakukan prosedur proses transformasi data. Transformasi dilakukan dengan menggunakan fungsi log, akar, kuadrat, atau fungsinya.

Apabila belum mendapat hasil normal lakukan sesuai prosedur pada table uji hipotesis di bawah.

Skala Pengukuran

KATAGORIK/KUALITATIF

NUMERIK/NON KATEGORIK/KUANTITATIF

NOMINAL

Co : Jenis Kelamin

  • Laki-laki
  • Perempuan

ORDINAL

Co : Tingkat Pendidikan

· Pendidikan Rendah

· Pendidikan Menengah

· Pendidikan Tinggi

Klasifikasi Kadar Kolesterol

· Rendah

· Normal

· Tinggi

INTERVAL

Co : Suhu Badan

RASIO

Co :

  • Berat Badan
  • Tinggi Badan
  • Kadar Gula Darah
  • Kadar Kolesterol

Nominal dan Ordinal (kategorik)

Variabel nominal dan variable ordinal disebut sebagai variable kategorik karena variable tersebut mempunyai kategori variable. Sebagai contoh ‘Jenis Kelamin’ adalah variable, sedangkan ‘laki-laki’ dan ‘perempuan’ adalah kategori variabel, 'Klasifikasi kadar kolesterol' adalah variabel, sedangkan 'baik', 'sedang', dan 'buruk' adalah kategorinya.

Berdasarkan kategori inilah Anda dapat membedakan variabel
nominal dan variabel ordinal. Variabel nominal mempunyai kategori
yang sederajat atau tidak, bertingkat (contoh: variabel jenis kelamin
dengan kategori laki-laki dan perempuan) sedangkan variabel ordinal
mempunyai kategori yang tidak sederajat atau kategori vang bertingkat (contoh: variabel kolesterol dengan kategori kadar kolesterol baik, kadar kolesterol sedang, dan kadar kolesterol buruk).

Rasio dan Interval (Numerik)

Variabel rasio dan interval disebut sebagai variabel numerik karena variabel tersebut tidak mempunyai kategori variabel. Anda dapat membedakan variabel rasio dan interval berdasarkan nilai nolnya. Apabila variabel tersebut mempunyai nilai nol alami (seperti tinggi badan, berat badan, jarak), maka Anda menyebutnya sebagai variabel rasio. Apabila variabel tersebut tidak mempunyai nilai nol alami (seperti suhu), maka Anda menyebutnya sebagai variabel interval. Perhatikan bahwa nol derajat pada Skala Celcius berbeda dengan nol derajat pada skala Fahrenheit!!!

Jenis Hipotesis

Dalam bahasa Inggris, terdapat perbedaan yang cukup jelas antara association, comparasion, dan correlation. Akan tetapi, ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ketiga kata tersebut diterjemahkan menjadi hubungan. Akibatnva, dalam bahasa Indonesia, pengertian `mencari hubungan' bisa berarti mencari hubungan secara komparatif maupun secara korelatif. Kalau kita membaca kata `mencari hubungan', maka akan timbul kerancuan apakah yang dimaksud adalah mencari hubungan secara komparatif atau secara korelatif. Untuk inenghindari kerancuan tersebut, dalam buku ini diambil kesepakatan sebagai berikut.

Pada tabel uji hipotesis, jenis hipotesis dibagi menjadi dua, yaitu komparatif dan korelatif. Unruk membedakannya, perhatikan contoh sebagai berikut.

Untuk menunjukkan bahwa metode yang dipakai untuk mencari hubungan antarvariabel adalah metode komparatif, maka digunakan kata hubungan atau perbandingan. Sedangkan untuk menunjukkan bahwa metode yang digunakan untuk mencari hubungan antarvariabel adalah metode korelatif, maka digunakan kata korelasi.

Pertanyaan penelitian untuk hipotesis komparatif

  • Apakah terdapat perbedaan rerata kadar gula darah antara kelompok yang mendapat pengobatan glibenkamid dan kelompok placebo?
  • Apakah terdapat hubungan antara kadar gula darah dengan jenis pengobatan yang di terima (glibenkamid dan placebo)
  • Apakah terdapat perbedaan terjadinya kanker paru antara perokok dan bukan perokok?
  • Apakah terdapat hubungan antara perilaku merokok dan terjadinya kanker paru?

Pertanyaan untuk hipotesis korelatif

  • Berapa besar korelasi antara kadar trigliserida dan kadar gula darah

Dengan mengamati secara seksama kata kunci pada contoh pertanyaan penelitian di atas, anda sudah mengetahui perbedaan jenis hipotesis tersebut.

Pasangan dan Jumlah Kelompok

Istilah keempat dan kelima: Pasangan dan jumlah kelompok

Anda harus mengetahui apa yang dimaksud berpasangan dan tidak berpasangan serta yang dimaksud dengan 2 kelompok dan > 2 kelompok.

Penjelasannya dengan mudah dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut :

Ilustrasi satu: dua kelompok tidak berpasangan.

Anda mengukur tekanan darah subjek penelitian. Subjek penelitian tersebut berasal dari dua kelompok, yaitu kelompok daerah rural dan kelompok daerah urban. Nah, data tekanan darah kelompok rural adalah satu kelompok data, sedangkan data tekanan darah kelompok urban adalah kelompok data yang lain. Dengan demikian, dari segi jumlah, Anda punya dua kelompok data. Sedangkan dari segi berpasangan, Anda mempunyai kelompok data yang tidak berpasangan karena individu dari kedua kelompok data tersebut berbeda.

Ilustrasi dua: dua kelompok berpasangan

Ada sekelompok mahasiswa yang diukur berat badannya sebanyak dua kali, yaitu pada Bulan Januari 2003 dan Bulan Februari 2003. Nah, data beriat badan mahasiswa pada Bulan Januari adalah satu kelompok data. Berat badan mahasiswa pada Bulan Februari adalah sekelompok data lagi. Dari segi ju.mlah, Anda mempunyai dua kelompok data (yaitu berat badan mahasiswa pada bulan Januari dan Februari). Dari segi berpasangan, Anda mempunyai kelompok data yang berpasangan karena individu dari 2 kelompok data adalah individu yang sama.

Ilustrasi tiga: kelompok berpasangan karena Matching

Ilustrasi sama dengan Ilustrasi pertama. Anda mengukur tekanan darah subjek penelitian yang berasal dari dua kelompok, yaitu kelompok, daerah rural dan kelompok daerah urban. Dalam prosedur pemilihan subjek penelitian, Anda melakukan proses matching, yaitu setiap subjek dari kelompok rural dicarikan pasangannya yang mempunyai karakteristik yang sama dengan subjek dari kelompok urban. Dengan demikian, dari segi jumlah, Anda punya dua kelompok data. Sedangkan dari segi berpasangan, Anda mempunyai kelompok data yang berpasangan karena ada proses matching.

Ilustrasi empat : Kelompok berpasangan karena desain crossover

Jenis data kelompok berpasangan bias juga diperoleh pada suatu uji klinis yang menggunakan desain crossover. Pada desain ini, pada periode tertentu subjek penelitian akan menerima obat A. Setelah menyelesaikan obat A, subjek penelitian akan menerima obat B sclama periode tertentu. Dengan cara ini, akan diperoleh data ketika subjek penelitian menggunakan obat A dan ketika subjek penelitian menggunakan obat B. Data obat A dengan data obat B dikatakan berpasangan karena data tersebut diperoleh dari individu yang sama.

Skala Pengukuran Variable

JENIS HIPOTESIS

VARIABEL YANG DI CARI ASOSIASINYA

ISTILAH

VARIABEL I

VARIABEL II

HIPOTESIS KOMPARATIF

KATEGORIK

KATEGORIK

KOMPARATIF KATEGORIK

KATEGORIK

NUMERIK

KOMPARATIF NUMERIK

NUMERIK

NUMERIK

-

HIPOTESIS KORELATIF

KATEGORIK

KATEGORIK

KORELATIF KATEGORIK

KATEGORIK

NUMERIK

KORELATIF KATEGORIK

NUMERIK

NUMERIK

KORELATIF NUMERIK

Table Uji Hipotesis Bivariate

MASALAH

SKALA

PENGUKURAN

JENIS HIPOTESIS (ASOSIASI)

KOMPARATIF

KORELATIF

TIDAK BERPASANGAN

BERPASANGAN

NUMERIK

2 KELOMPOK

>2 KELOMPOK

2 KELOMPOK

>2 KELOMPOK

PEARSON *

UJI t TIDAK BERPASANGAN

ONE WAY ANOVA

UJI t BERPASANGAN

REPEATED ANOVA

KATEGORIK (ORDINAL)

MANN WHITNEY

KRUSKAL WALLIS

WILCOXON

FRIEDMAN

SPEARMAN

SOMMERS D GAMMA

KATEGORIK (NOMINAL/ORDINAL)

CHI SQUARE,

FISHER,

KOLMOGOROV SMIR NOV,

TABEL (B X K)

MC NEMAR, COCHRAN MARGINAL HOMOGENITY WILCOXON, FRIEDMAN (PRINSIP PXK)

KOEFISIEN KONTINGENSI LAMBDA

KETERANGAN :

1. Uji dengan tanda * merupakan uji parametric

2. Tanda panah ke bawah menunjukan uji alternative jika syarat uji parametric tidak terpenuhi atau distribusi tidak normal dari hasil uji normalitas.

3. Untuk hipotesis komparatif numeric, perlu di perhatikan banyaknya kelompok.

4. Untuk hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan, pemilihan uji menggunakan “table B x K”

5. Untuk hipotesis komparatif kategorik berpasangan, pemilihan uji menggunakan “table P x K”

REFERENSI

Dahlan, M. Sopiyudin. 2008. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan ed.3. Jakarta. Penerbit Salemba Medika